GADIS kecil bermata biru bening, kutemui di salah satu shaf di Masjid Nabawi. Kepalanya yang mungil mengenakan jilbab. Cantik sekali. Masya Allah…aku terkagum-kagum melihat ciptaanNya yang luar biasa di depanku ini. Selama ini aku hanya melihat profil wajah seperti miliknya itu di internet, di page foto-foto bayi yang dijadikan model. Indah, Yaa Mushawwir..
Ia bersama ibunya. Tampaknya bukan perempuan Arab.
“America,” jawabnya sambil tersenyum saat aku bertanya asalnya. Oh, jadi gadis cilik ini seorang Amerika. Lagi-lagi aku dibuat takjub akan kemahabesaranNya. Betapa Islam telah mempertemukan aku dengan saudara-saudariku seiman dari seluruh dunia di rumahNya yang mulia. Dalam balutan gamis dan hijab lebar, ibu sang gadis tampak anggun. Tak tampak wajah baratnya. Aku sempat menduga-duga warna rambutnya yang pirang. Senyuman demi senyuman yang tersungging menjadi penyambung ukhuwah. Dengan bermodalkan bahasa Inggris yang pas-pasan, aku berkomunikasi dengan ibunya.
Darinya, aku tahu nama putri kecilnya itu Shafa. Shafa. Nama yang indah. Dia terlihat malu ketika coba kusapa sambil menyungging senyum semanis mungkin. Aku minta izin untuk memotretnya. Shafa seketika menggeleng lalu menyurukkan kepalanya ke pelukan ibunya. Ternyata ia sungguh-sungguh gadis kecil yang pemalu.
Sesekali aku curi dengar percakapannya dengan ibunya. Bicaranya sudah cukup lancar. Ibunya selalu merespon apa yang dikatakannya. Terjalin komunikasi dua arah yang baik. Sesekali aku tersenyum dan menoleh ketika kudengar ia bertanya tentang siapa aku dan ketika ia bertanya mengapa aku ingin memotretnya. Saat pandangan kami beradu, ia tersenyum malu lalu kembali masuk ke pelukan ibunya yang hanya tertawa sambil menjelaskan tentang dirinya padaku.
Rupanya ia suka anak kecil. Ibunya mengatakan itu ketika seorang anak laki-laki lebih muda yang tertidur pulas di depan kami menjadi perhatiannya. Aku makin kagum. Jarang sekali ada anak kecil yang suka pada anak-anak yang lebih muda usianya darinya. Kutanyakan pada ibunya apakah ia punya adik. Jawaban ibunya mengejutkanku. Ia menunjuk perutnya sambil tersenyum. Matanya sekejap berbinar.
“Sudah berapa bulan?” tanyaku.
“Five months,” jawabnya.
Aku takjub mendapati kenyataan bahwa ia berumrah di usia kehamilannya yang masih 5 bulan sambil menjaga seorang anak perempuan pula. Masya Allah… Selepas itu, pembicaraan berlanjut ke soal anak. Ia tanya berapa anakku, yang kujawab, “I don’t have any kids yet.” Ia tampak terkejut tapi segera tersenyum.
Si kecil Shafa tampaknya paham akan pembicaraan kami. Ia lalu memandangku sambil bertanya,
“Where are your kids?”
“Where are your kids?”
Seperti itu berulang-ulang. Ibunya tampak tak enak sambil berusaha menjelaskan sendiri pada Shafa. Tapi Shafa tetap dengan pertanyaannya.
“Where are your kids?”
“Where are your kids?”
Ia bertanya dengan mata birunya yang sebening embun dan bibir merah mungil yang menawan. Ibunya berusaha untuk menahannya agar tidak bertanya hal itu lagi padaku. Namun Shafa, gadis kecil Amerika yang kukagumi keindahan parasnya itu terus bertanya dengan suara kanak-kanaknya.
“Where are your kids?”
“Where are your kids?”
Ia bahkan menutup mulut ibunya dengan tangannya lalu tetap menanyakan hal yang sama. Sepanjang ia mengulang-ulang pertanyaannya itu, aku hanya tersenyum nyaris salah tingkah sambil mengatakan,
“I don’t have any kids yet.”
“So just pray for me, Shafa,” kataku sambil memandang lembut bola matanya. Ibunya berusaha menjelaskan lagi padanya tentang hal itu. Ia lalu diam. Mungkin tak mengerti mengapa aku berbeda dengan perempuan-perempuan dewasa yang ditemuinya yang sudah memiliki anak.
Saat itu, aku sedang menunggu waktu magrib. Tak lama setelah percakapan itu, ibu Shafa pamit padaku untuk keluar masjid.
“Uhmmm..what’s your name?” tanyanya sesaat setelah bangkit berdiri.
“Annisa.”
Lalu ia berjanji akan mendoakanku. Di sampingnya, Shafa yang belum sempat kupotret menyungging segaris senyum. Setelah mereka berdua pergi dan mengucap salam, baru aku sadar kalau aku belum tahu nama ibunya.
***
Entahlah apa maksud Allah mempertemukanku dengan Shafa dan ibunya, juga dengan orang-orang yang baru kukenal di Haramain, yang spontan bertanya tentang apakah aku sudah memiliki anak? Pertanyaan yang sebenarnya sudah biasa kudengar sejak aku dan suami menikah 6 tahun yang lalu, yang selalu berusaha kujawab dengan tenang sambil tersenyum.
“Doakan saja,” begitu selalu, dan berharap mereka yang bertanya itu memiliki empati lebih untuk tidak bertanya lebih lanjut atau merasa lebih tahu akan kondisi kami, yang ujung-ujungnya menawarkan ramuan herbal ini dan itu, terapi ini dan itu, atau kisah-kisah menghibur yang sesungguhnya mulai bosan kudengar. Tak jarang, pertanyaan lanjutan itu terasa menyakitkan. Sekejap air muka sebagian mereka berubah, entah apa jenis ekspresinya.
Padahal, aku sendiri menganggap belum memiliki anak di usia pernikahan lebih dari 5 tahun adalah hal yang juga umum dialami banyak pasangan suami istri di masa kini. Bagi sebagian pasutri, perjuangan memiliki anak ternyata tak semudah membuat kue bolu. Perlu ikhtiar lebih yang menguji kesabaran dan keikhlasan tingkat tinggi. Maka sebaliknya, aku merasa bersyukur diberi ujian ini, alih-alih terpengaruh energi negatif dari orang-orang yang menatap sinis dan prihatin. Aku yakin, setelah berusaha dan berdoa sembari bertawakkal padaNya, Allah akan menganugerahinya juga pada waktu yang tepat.
Dan tak disangka, momen pasca umrah Januari 2015 kemarin adalah waktu yang menurutNya tepat. Pada Januari 2016 ini, usia kandunganku sudah 8 bulan. Alhamdulillah…Allaahu Akbar! Siapa yang menyangka, di saat harapan semakin menipis, kepasrahan semakin menghunjam ke titik nadir, di saat itulah Allah mengabulkan segala doa. Sebuah momen kesyukuran yang luar biasa.
Saat menulis ini, aku terharu ketika terkenang kembali pada Shafa, gadis kecil cantik bagai bidadari mungil yang turun dari surga. Pertemuanku dengannya seketika meyakinkanku kalau tak lama lagi aku akan menjadi seorang ibu. Termasuk juga orang-orang yang baru kukenal di Haramain yang menanyakan perihal itu. Tatapan simpati mereka, dan doa-doa tulus yang mereka panjatkan di langit Haramain, kuanggap sebagai tanda-tanda ajaib yang tengah ditunjukkan Allah padaku. Bahwa semua itu adalah pertanda baik yang semakin menguatkan keyakinanku pada KemahabesaranNya.
Tepat setahun yang lalu, aku bertemu Shafa dengan matanya yang bening bercahaya. Ingin kuberkabar padanya dan ibunya. Berterimakasih atas doa yang turut mereka panjatkan untukku. Tak lama lagi, dengan izinNya, aku akan bisa menjawab pertanyaan Shafa,
“Here is my kid. A little nice boy. Do you have any suggestions for his name?”
***
Ya Allah. Luar biasa yaa keajaiban Allah. Selamat ya, mba. Ikut bahagia 🙂
Alhamdulillah.. Makasih, mbak Alida.. 🙂
Subhanallah. Alhamdulillah. Turut berbahagia mba 🙂 semoga saya juga bisa umrah secepatnya
Alhamdulillah.. Makasih ya, mbak Lidha. Semoga mbak Lidha juga bisa umrah secepatnya. Aamiin.. 🙂
Duh, jadi kangen ke sana..
alhamdulillah.. selamat ya… ikut senang atas karunia Allah yang diberikan pada mbak annisa 🙂
Alhamdulillah.. Makasih yaa, mbak Pipit. Allah Maha Pengasih.. 🙂
Alhamdulillah ya Nisa… Allah Maha Besar memberikan karunianya di waktu yang paling tepat. Ikutan seneeeeng deh Nis😀. Insya Allah kami juga bisa segera menunaikan ibadah umrah☺.
Iya kak..alhamdulillah.. Kalo kakak rencana tahun ini kan, kak Molly? Semoga dimudahkan dan dilancarkan semuanya ya kaak..aamiin.. 🙂
mbak, jadi ikut terharu bacanya.
Saya juga punya dua orang kakak yang sampai sekarang belum dikaruniai anak diusia pernikahan yang sudah belasan tahun. Dan saya jadi ikut emosi ketika mendengar orang yang tidak tahu apa-apa berkomentar macam-macam berkaitan dengan “memiliki anak” terhadap kedua kakak saya itu.
Wah..saya selalu salut sama pasutri yg tetap bersama dan saling menguatkan meski lama (sampe belasan tahun) belum dianugerahi momongan. Setiap ujian pasti sudah Allah ukur kadarnya, mbak. Berarti kakak2 mbak mampu melewati ujian ini lebih lama. In syaa Allah nanti Allah beri kejutan sebagai hadiah kesabarannya ya..aamiin..
Ga usah dibawa susah ya buat kakak2 mbak itu. Orang lain bisanya emang cuma kepo dan rese 😀 enjoy aja dan bersyukur diberi ujian yg ga semua orang sanggup menjalaninya 🙂