Sejenak Istirah di Depan Ka’bah

Bagian depan Masjidil Haram yang tengah direnovasi
Bagian depan Masjidil Haram yang tengah direnovasi

JELANG pukul 23.00 waktu setempat. Dari kejauhan, kompleks gedung pencakar langit The Abraj Al-Bait Towers atau dikenal juga dengan Mecca Royal Hotel Clock Tower sudah terlihat. Terbayang sebuah bangunan mulia di depannya; Masjidil Haram. Ah, seperti apa rupanya dari dekat?

Bus yang kami tumpangi masih melaju, berbelok-belok mengikuti rute menuju Masjidil Haram. Pandangan saya nyaris tak lepas dari menara jam tertinggi di dunia itu. Semakin lama, semakin dekat. Dan sampailah kami di depan hotel, tepat di belakang kompleks gedung menara jam itu. Dari jarak yang tak seberapa jauh, saya memandang bagian depan Masjidil Haram. Alhamdulillah, akhirnya aku menyaksikan rumah muliaMu ini, Ya Allah…

Kantuk yang sempat hinggap selama 6 jam perjalanan dari Madinah ke Makkah langsung terbang. Tergantikan rasa tak sabar ingin melihat ka’bah. Sesudah check in dan berbenah sejenak di kamar hotel, kami turun lagi ke lantai dasar, bersiap untuk berumrah. Pukul 23.30, kami serombongan bergerak menuju Masjidil Haram. Di sekitar kami, orang-orang lalu lalang. Kebanyakan terlihat searah dengan kami.

Jamaah yang lalu lalang pergi dan pulang dari Masjidil Haram
Jamaah yang lalu lalang pergi dan pulang dari Masjidil Haram

Sesampainya di pelataran luarnya, kami berdoa, bersiap memasuki rumahNya. Memohon kemudahan dan kelancaran untuk melaksanakan umrah. Rasa haru jelas mengiringi lantunan doa itu, dan makin membuncah ketika akhirnya -setelah berjalan beberapa ratus meter ke dalam- saya melihat ka’bah. Menuruni anak tangga dan melangkah, terus melangkah. Mata tak lepas dari memandang keagungannya. Di sekelilingnya, manusia-manusia dalam lingkaran tawaf terus bergerak tanpa jeda. Kami pun mengambil posisi sejajar lampu hijau, segaris lurus dengan rukun Hajar Aswad, untuk memulai langkah tawaf.

Bismillahi wallaahu akbar!

Subhaanallah walhamdulillaah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar…

Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar..

Tujuh putaran tawaf, tujuh kali bolak-balik melewati lintasan Shafa-Marwah, dan tahallul, sebagai tanda selesainya ritual umrah. Alhamdulillah… Kiranya Allah yang memberi kekuatan untuk melaksanakan umrah pada dini hari itu. Tiga jam sudah kami lalui untuk melaksanakannya, berbaur dengan ribuan umat muslim lainnya dari seluruh penjuru dunia.

ZamZam Clock Tower yang tinggi menjulang
The Abraj Al-Bait Towers atau dikenal juga sebagai Mecca Royal Hotel Clock Tower yang tinggi menjulang

Waktu-waktu berikutnya adalah waktu-waktu di mana dunia dan akhirat seolah terhijab oleh sesuatu yang tak kasat mata. Tinggallah segala masalah duniawi yang selama ini menggelisahkan hati. Lupalah segala hal yang memberati jiwa. Yang ada hanyalah keinginan untuk semakin mengenal dan mendekatiNya. Detik-detik jam yang bergulir hanya dipersembahkan untuk berzikir dan beribadah kepadaNya. Bertawaf di waktu-waktu luang menjadi kenikmatan tersendiri. Azan yang bergema pada lima waktu salat fardhu menjadi panggilan yang dinanti.

Ada kalanya tak mendapat tempat salat di depan ka’bah. Disebabkan masih dalam tahap renovasi, ka’bah tak bisa terlihat dari tempat sa’i maupun lantai 2 karena ditutup. Untuk mendapat tempat di depan ka’bah, mesti datang beberapa jam sebelum panggilan azan. Dan bagi perempuan, hanya tersedia beberapa shaf di depan ka’bah. Selebihnya diperuntukkan bagi laki-laki. Namun sesungguhnya salat di mana saja di Masjidil Haram sama keutamaannya. Bila ingin salat di depan ka’bah, berdoalah pada Sang Pengabul Doa. Jika sudah berniat dan berusaha, pasti akan ada jalan kemudahan untuk mendapat tempat yang diinginkan.

Di sana, saya bertemu dengan banyak macam ragam manusia dari berbagai bangsa, bahasa dan mazhab yang berbeda. Di situlah saya menemukan keindahan Islam yang sesungguhnya. Di depan ka’bah, seluruh manusia tersungkur bersujud di depanNya. Tak ada beda, tak ada kasta. Sebuah senyuman menjadi bahasa universal yang menyiratkan bahwa “Tak ada aku atau kamu. Yang ada hanyalah kita, umat Islam yang berTuhan sama, berkiblat yang sama.” Sungguh indah jika hikmah ini dihayati oleh setiap umat Islam, sehingga takkan ada lagi perdebatan dan perselisihan soal benar atau salahnya tata cara beribadah atau mazhab yang diyakini, karena Allah sendiri memang menjadikan umat Islam dalam beberapa golongan. Semua penilaiannya mutlak hanya pada sisi Allah, Yang Mahabenar.

Ka'bah yang agung dan mulia
Ka’bah yang agung dan mulia

Rasa persaudaraan itu agaknya memang meliputi hati setiap umat Islam yang tengah beribadah di tempat mulia itu. Saya menemukan sebuah momen berkesan ketika di dalam lift hotel bersama suami. Di satu lantai, pintu lift terbuka. Seorang pria Arab masuk, tersenyum sambil mengucap salam.

“Assalaamu ‘alaikum,”

Saya sempat terpana sebelum menjawab salamnya. Tak berlebihan, karena rasanya sudah lama sekali saya tak disapa dengan doa oleh saudara sesama muslim yang tak saling kenal. Subhanallah… Di momen itu, barulah saya sadari indahnya salam persaudaraan antar sesama muslim itu, sehingga lekas kemudian saya jawab,

Wa‘alaikumussalam warahmatullah..

Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah juga dilimpahkan untukmu, saudaraku..

 

***

Share

10 thoughts on “Sejenak Istirah di Depan Ka’bah

    1. Wah..gitu ya, mbak? Tapi ini mash umrah, belum banyak cerita karena waktu yg singkat selama di sana..hehe..mgkn suatu saat nanti..in syaa Allah..

      Btw udah lama ga ketemu mbak Nara di postingan..kabarnya baik kan, mbak? 🙂

Leave a Reply to Fikri Maulana Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: