[ODOJ] Mari Berwakaf dengan Kalam Ilahi


arrahman

 

KAKAK saya yang pertama kali memperkenalkan istilah One Day One Juz (ODOJ) ini. Saya ingat sekali, waktu itu bulan Ramadhan tahun lalu. Ia dan keluarganya mudik ke Medan. Kami semua enam bersaudara dengan keluarga masing-masing (kecuali almarhum abang) berkumpul di rumah orangtua kami nan asri, menyambut Idul Fitri.

Kakak keempat saya itu menyarankan agar membaca Al Quran 1 juz setiap hari di sela-sela obrolan kami tentang macam-macam hal. Satu juz? Setiap hari? Wow! Pikir saya. Saya saja tilawahnya masih suka bolong-bolong. Kadang mengaji, kadang tidak. Kalau sedang “rindu”, saya bisa membacanya berlembar-lembar, tapi tak sampai 1 juz. Seingat saya sudah lama sekali saat terakhir saya tilawah 1 juz, itu pun tak sampai seminggu semangatnya sudah kendur lagi.

“Coba aja dulu, Dek,” katanya sambil tersenyum meyakinkan.

Meski ragu, saya tersenyum saja, mengiyakan.

Di tempat tinggalnya, kakak saya itu bahkan bergabung dengan grup tilawah dengan bimbingan ustaz. Setiap hari ia berkomitmen mewakafkan waktu dan dirinya (begitu ia sebut) untuk tilawah, menghafal dan memelajari Al Quran. Sungguh luar biasa kakak saya yang satu ini. Di sela-sela kegiatannya yang padat sebagai dosen, mengurus suami dan empat orang anaknya, bertempat tinggal di kota yang terkenal macetnya, ia masih sempat meluangkan waktu untuk Al Quran, beberapa jam sehari. Subhanallah

“Kadang kalo lagi capek banget, ya diusahain juga untuk tilawah. Alhamdulillah, yang tadinya ngantuk malah seger lagi begitu baca Al Quran.”

Saya diam menyimak, dan langsung merasa tak “sebegitunya” dibandingkan kakak saya ini. Kalau disuruh memilih antara tidur dan tilawah di saat badan sudah capek begitu, ya jelas saya pilih tidur. Manusiawi. Hehehe…

Tapi saya jadi penasaran juga, kok bisa sih kakak saya jadi getol begitu tilawahnya?

Maka pada keesokan paginya, selepas salat subuh, saya kuatkan hati untuk membuka Al Quran dengan niat untuk tilawah 1 juz (kalau bisa). Saya bawa santai saja, tak ingin merasa terbebani. Pelan-pelan, saya baca sepenuh hati. Tak terasa, hampir 1 jam, saya menyelesaikan bacaan sebanyak 1 juz! Saya takjub sendiri ketika mengakhiri tilawah itu. Subhanallah…alhamdulillah…ternyata kalau niat, apa yang diinginkan itu bisa saja tercapai ya.

“Gimana? Enak, kan? Ga terasa kan bacanya?” kata kakak setelah saya memberitahunya. Saya tersenyum saja. Besok-besok, aku akan tilawah 1 hari 1 juz! Begitu tekad saya dalam hati. Tapi tekad tinggal tekad. Banyak sekali alasan sehingga saya tak pernah mencapai target tilawah 1 juz per hari. Padahal waktu luang saya relatif banyak. Sangat bisa dimanfaatkan untuk tilawah, kalau mau.

Alhasil, saya lama sekali baru khatam tilawah Al Quran-nya. Sepanjang sejarah hidup saya, saya tak pernah khatam Al Quran 30 juz 1 bulan penuh di bulan Ramadhan, apalagi di bulan-bulan lain. Sekali saja, tak pernah. Padahal itu adalah bulan Ramadhan, bulan penuh hikmah dan berkah. Entah kenapa, saya merasa berat sekali untuk mengamalkan anjuran untuk tilawah setiap hari 1 juz, khusus di bulan Ramadhan. Godaan syaithan memang luar biasa, bahkan di bulan Ramadhan.

Meski begitu, saya selalu ingat pesan kakak saya itu, terlepas dari diamalkan atau tidak. Saya punya keinginan, tapi godaan malasnya masih lebih kuat. Beberapa bulan terakhir, saya pasang niat, harus mulai bisa membentuk kebiasaan baru; tilawah 1 juz setiap hari. Maka saya berusaha komit dengan niat saya itu. Hasilnya? Tak mudah membentuk kebiasaan baru, Kawan. Sungguh tak mudah. Apalagi itu kebiasaan baik yang berkaitan dengan kalam Ilahi. Godaannya luar biasa. Saya hanya sanggup tilawah beberapa ayat, beberapa ‘ain, atau beberapa lembar (yang masih jauh dari 1 juz). Alasannya? Sibuklah. Capeklah. Tak sempatlah. Lagi malaslah. Nanti sajalah. Besok sajalah.

Ya sudahlah. Tak usah memaksakan diri. Tokh, yang penting Al Quran itu dipahami artinya, diamalkan ajaranNya, itu tentunya lebih bermakna. Bisik hati saya.Tak masalah memang. Jadi sering terjadi saya membaca beberapa ‘ain, lalu saya baca terjemahannya. Lumayanlah untuk pemula, pikir saya. Tapi harap dicatat, terjemahannya pun tak selalu dibaca secara teratur. Ada saat-saat di mana mata saya mengantuk luar biasa ketika membaca terjemahannya, padahal saya cukup tidur. Jadi sekali baca hanya setengah sampai satu lembar. Ah, lagi-lagi, godaannya luar biasa.

Sebenarnya ingin juga bergabung di grup tilawah seperti kakak saya itu. Tapi, apa ada di daerah seperti ini? Nuansa keagamaan (Islam) di domisili saya sekarang ini saya lihat masih melakukan cara-cara dan ritual yang konservatif. Tak sesuai dengan pola pikir dan cara-cara yang selama ini saya anut. Tentu saya tak bermaksud menghakimi, hanya cara pengamalan agama Islamnya saja yang sedikit berbeda.

Akhirnya saya bertekad untuk memotivasi diri sendiri saja. Saya usahakan tilawah 1 juz per hari. Meski masih tak konsisten, tapi ya sudahlah. Yang penting setiap hari selalu mengaji. Meskipun saat itu saya sudah tahu ada grup online One Day One Juz (ODOJ), tapi saya berpikir, ah, buat apa orang tahu kalau saya mengamalkan tilawah 1 hari 1 juz. Takutnya nanti malah jadi riya. Atau orang-orang jadi berpikir saya riya padahal niatnya tidak begitu.

Sungguh, ketika melakukan hal yang baik, selalu bergentayangan pikiran dan perasaan negatif. Ujub, sombong, riya, takabbur, dan segala penyakit hati lainnya. Saya kira hal-hal itu selalu berusaha mengikut amalan-amalan baik yang kita lakukan, baik dari diri sendiri maupun orang lain. Tapi cukuplah kita mengurusi pikiran dan hati kita sendiri agar senantiasa jernih. Tak usahlah kita berlelah-lelah memusingkan apa yang akan dipikirkan orang lain terhadap apa yang kita lakukan.

Pada akhirnya saya “menyerah” juga. Saya mulai tertarik dan mengamati grup ODOJ ini lewat status facebook atau twit teman. Setelah menimbang-nimbang dan menguatkan hati agar bisa istiqomah nantinya setelah bergabung di grup ini, saya menyatakan siap dan bersedia untuk mewakafkan “sebagian kecil” waktu saya untuk lebih dekat dengan kalam Ilahi. Dan saya kira, itu memang sudah seharusnya dilakukan oleh saya yang mengaku pengikut ajaran Muhammad SAW.

Bagaimana ceritanya setelah bergabung di grup ODOJ -yang semoga dirahmati Allah- ini? Nanti saya sambung lagi, ya… 🙂

***

Share

4 thoughts on “[ODOJ] Mari Berwakaf dengan Kalam Ilahi

  1. Hwaaaahh udh bergabung ya, mbak di ODOJ.
    Aku masih ngaji buat diriku sendiri, blm gabung di sana. Ujung2nya yaa suka2 gue ngelakuinnya meaki tetep dimaksimalin.
    Penasaran sama kelanjutam ceritanya.. cara gabungnya piye?

    1. hehe..ntar dilanjutin lagi, mbak Nisa.. 🙂

      aku waktu itu daftar ke mbak Aulia Gurdi..mbak inbox aja beliau ya..nanti mbak Aulia yang ngubungin mbak ke pengurus ODOJ-nya.. *eh, mbak Aulia itu salah satu pengurusnya juga sih..hehehe..

  2. Cerita ini, mengingatkan kita lagi betapa mudahnya membuat amalan, tapi betapa malasnya kita melakukannya. Cepat ngantuk mata ini kalo baca qur-an, nyalang mata ini kalo baca novel (sampe tamat)..he..he..
    Pagi ini usai mengawasi anak2 di Didikan Subuh (hafalan surah, hadist, puisi islami, pidato islami) tiap minggu pagi di masjid, selalu merasa malu kembali ke diri sendiri betapa anak2 SD ini rata2 sudah hafal dengan baik juzz 30, cikal bakal generasi qur-ani…
    Sementara ortu-nya masih akrab hanya dengan “3Qul” 🙂

    1. hehe..iya ya, Om Zul..anak2 sekarang yg dididik dengan keislaman yang kuat hebat2 ya..udah pada jadi hafiz..semoga mereka jd generasi penerus Qur-ani yang hebat..aamiin..

      makasih udah mampir yaa, Om.. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: