***
ANDA pernah berkunjung ke Natal? Saya sudah, dua kali. Mungkin bagi orang-orang yang belum pernah ke sana, berkunjung ke Natal adalah sebuah kemewahan. Tak usah anda, bahkan orang yang sudah lama tinggal di Panyabungan, ibukota kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang saya tanyai, masih ada yang mengaku belum pernah ke sana. Wah, bagaimana bisa? Panyabungan tidaklah jauh dari Natal. Cukup lebih kurang 4 jam perjalanan darat, maka kita akan segera menemukan nirwana tersembunyi di sana.
Mungkin yang dimaksud sebagai kemewahan itu karena kurang nyamannya perjalanan ke sana. Memang, perlu niat yang sungguh-sungguh untuk mencapai Natal. Tak berlebihan, karena infrastrukturnya memang tampak belum memadai. Lubang menganga tersebar di mana-mana hampir di sepanjang jalan. Menaiki kendaraan, anda sudah seperti berakrobat ria. Dijamin, anda takkan bisa duduk santai. Kalaupun ada jalan mulus, tak sampai berkilo-kilo meter. Jalanan mulus dan rusak berselang-seling. Rasa pegal di sekujur badan boleh terasa, tapi lihatlah pemandangan setelah sampai. Anda mungkin jadi malas pulang, lebih karena terhipnotis keindahannya.
Bahkan sebelum sampai Natal pun, anda sudah disuguhi banyak titik yang menyajikan pemandangan indah. Areal persawahan hijau yang dialiri sungai jernih, persis seperti yang biasa anda lihat di lukisan-lukisan. Sungainya bisa dikunjungi tanpa karcis. Salah satu sungainya bernama Aek Singali. Turun dari kendaraan, anda bebas mandi-mandi di sungai berbatu yang berair deras nan jernih. Sejuk dan menyenangkan sekali.
Atau anda ingin mandi air panas? Ada. Aek Milas Sibanggor, namanya. Mandi air panas belerang di sana asyiknya pada sore atau malam hari. Saat udara tengah dingin-dinginnya, begitu kata orang-orang yang pernah ke sana. Atau kalau hanya ingin sekadar singgah, membeli cemilan, menyeruput teh atau kopi sambil memandang pemandangan kota Panyabungan dari ketinggian? Bisa. Dataran tinggi seperti Puncak Pass itu bernama Sopotinjak, kira-kira 1,5 sampai 2 jam dari Panyabungan. Bukan itu saja. Di sepanjang jalan, anda akan menemukan pesona alam pegunungan yang indah tak putus-putus. Apalagi bila langit sedang biru cerah dihiasi awan. Wow!
Objek-objek wisata alam gratis tadi bisa dianggap sebagai penghibur dan pengalih perhatian dari kurang nyamannya perjalanan anda karena jalan rusak. Mungkin rusaknya jalan bisa menguntungkan. Gerak kendaraan yang melambat bisa anda manfaatkan untuk memotret spot-spot yang asyik. Atau berhenti saja sekalian untuk melepas penat. Dan hiruplah udara segar alami dari alam hijau di sekitar. Pelan-pelan, semangat anda untuk menempuh sisa perjalanan akan terisi kembali.
Kira-kira dua jam dari Sopotinjak, anda baru bisa menikmati pemandangan indah pantai Natal, yang bila anda amati tak kalah indah dengan pantai-pantai di Bali atau di wilayah nusantara lain yang terkenal indah dengan pantainya. Melewati kota kecamatannya, anda akan menyusur jalan yang bersebelahan dengan pantai. Syukurlah jalan di sana sudah mulus. Tumbuhan semak belukar dan pepohonan kelapa yang berbaris-baris mengantarai jalan mulus itu dengan pantai. Pantai yang pertama kali anda lewati itu belum seberapa indahnya. Berkendaralah terus sampai hampir satu jam lagi dari pusat kota. Berhentilah di salah satu jalan kecil di sebelah kiri menuju pantai yang tersembunyi itu, dan temukanlah pantai bersih berpasir putih yang sepi serasa pantai pribadi. Kesempatan itu asyik sekali dimanfaatkan untuk berenang atau sekadar bermain-main membasahi tubuh. Wah! Inilah kemewahan yang sesungguhnya!
Karena pantai itu sepi dari manusia, praktis tak ada sekadar warung, tempat singgah untuk membeli minuman dan makanan. Anda harus membawa sendiri kebutuhan berlibur seperti tikar, makanan, minuman, kalau perlu alat barbeque untuk membakar hasil laut segar yang anda beli di pasar kecamatan. Makan ikan bakar sehabis berenang di pantai? Hmmm…nikmatnya!
Oh ya, tak lengkap memang jalan-jalan ke pantai kalau tak singgah ke pasar ikan untuk membeli hasil lautnya yang beragam. Ada bermacam-macam ikan, udang, kepiting, dan lainnya. Bahkan ada lobster, tapi dijual di rumah penduduk. Biasanya lobster yang dijual penduduk nelayan ini jumlahnya terbatas karena sebagian besar untuk diekspor. Ya, disayangkan memang, hasil laut berlimpah itu lebih banyak dinikmati warga asing daripada kita sendiri. Mungkinkah itu dikarenakan insfrastruktur yang buruk sehingga para toke itu enggan mendistribusikan hasil lautnya sampai ke Panyabungan dan daerah lain? Atau daya beli masyarakat yang rendah karena berbagai faktor? Maklum, harga hasil laut berkualitas memang sering kali selangit. Daya beli masyarakat acap kali tak sanggup mengimbanginya.
Tapi apapun itu, Natal tetaplah bagian dari kabupaten Mandailing Natal yang potensi alamnya luar biasa bila dikembangkan dengan serius. Sayangnya, pemerintah daerah seolah tak peduli. Entahlah apa sebab mengapa pemerintah daerah tak juga membenahi kecamatan potensial itu. Saya tak pula mengerti birokrasi. Sebagai awam, saya hanya bisa menyayangkan keadaan. Sudah berbelas tahun Madina ini terbentuk, pembangunannya tak jua merata, bahkan nyaris dikatakan stagnan. Itu yang saya amati setelah beberapa tahun di sini. Padahal daerahnya amat potensial untuk dikembangkan.
Seharusnya dengan potensi alam yang begitu besar, kabupaten Madina bisa memperoleh pendapatan daerah yang besar pula untuk mengembangkan sendiri daerahnya. Terutama infrastruktur jalan. Saya sering kali berpikir tak sudah-sudah, bila membandingkan provinsi Sumatera Barat sebagai provinsi tetangga, yang pembangunan infrastrukturnya mulus tanpa hambatan. Jalan-jalan di provinsi itu nyaris tak mengenal kata rusak atau berlubang, sampai ke gang-gangnya. Padahal yang saya amati, potensi daerahnya tak jauh beda dengan yang di Sumatera Utara, terutama kabupaten Madina sebagai yang terdekat. Malah bisa lebih dari Sumatera Barat, mengingat adanya pertambangan emas yang kian marak. Lalu, ke mana semua pendapatan daerah itu digunakan?
Isu korupsi, kolusi dan nepotisme memang selalu menjadi momok di daerah ini. Sikap masa bodoh pemerintah daerah untuk mengembangkan aset daerahnya sendiri menjadi kendala yang tak pernah mencapai kata akhir. Tampaknya pemerintah daerah kurang berusaha untuk menggaet investor swasta guna mengembangkan daerah yang dipimpinnya. Ditambah lagi ketidakpedulian sebagian masyarakat untuk setidaknya menjaga sumber daya alam di sekitarnya, yang tampak dari masih kurangnya kebersihan di lokasi-lokasi objek wisata.
Sudah saatnya pemerintah membenahi objek-objek wisata itu dengan serius. Salah satunya dengan memberlakukan tarif khusus yang terjangkau untuk mempekerjakan petugas kebersihan demi terjaganya keindahan tempat-tempat wisata di sana. Sedikit demi sedikit, pemerintah daerah bekerjasama dengan masyarakat menambah hal-hal yang diperlukan untuk pengembangannya, seperti membuka warung makan yang menyajikan hasil laut, penyediaan sarana toilet umum dan tempat ibadah, serta pemenuhan fasilitas lain yang selama ini sulit ditemukan di lokasi pantai.
Bila sarana-sarana penting tadi sudah dipenuhi, bukan mustahil masyarakat menjadikan pantai Natal sebagai tujuan wisata favorit, dan bukan tidak mungkin juga menarik minat wisatawan dari luar daerah. Lebih jauh lagi, penanaman saham investor swasta bukan lagi hal yang mustahil. Dengan demikian, pendapatan daerah dari sektor pariwisata dapat meningkat, sehingga diharapkan pembangunan infrastrukturnya dapat segera dibenahi. Kalau infrastrukturnya sudah baik, maka harapan untuk memajukan kabupaten Madina akan semakin terbuka lebar. Bukankah itu yang sejatinya diharapkan seluruh masyarakat?
Kontes Blog #3TahunWB – Warung Blogger Peduli Potensi Daerah
***
>> Semua foto adalah dokumentasi pribadi (AFR).
Setuju !
Problem utama kita di Sumut dan beberapa provinsi lain di Sumatera adalah kemalasan aparatur berpikir & mengembangkan potensi wilayah yang sangat indah.
Kita2 yang hobby travelling justru akhirnya lebih banyak tau Jawa & Bali, yang sejatinya secara potensi sebenarnya lebih baik di Sumatera… tapi karakter dan inovasi mereka jauh lebih unggul….
Tapi jangan ulas terlalu serius lah…. lebih dari 1/2 tulisan Nisa ini sebaiknya di-presentasikan di depan Kemenkraf…he…he… biar mereka pada tau cara/tata kelola wisata yg bagus…..
Salam ‘ntuk Rizka
ehehehe..iya, Om Zul..potensi2 daerah yg terabaikan seperti itu bikin geregetan..negara ini indah, sangat indah, tapi kita belum bisa mengoptimalkannya dgn sebaik mungkin..sayang ya..
In syaa Allah salamnya disampein yaa, Om..
Salam juga buat Tante dari kami.. 🙂
mbak, bagus banget…. sayang ya infrastrukturnya belum bagus. Coba kalau pemkot segera bertindak. Bisa jadi pendapatan daerah yg sangat lumayan.
Betul, mbak Susi..Indonesia kita ini sangat indah..kalau dimaksimalkan pengelolaannya pasti jadi surga dunia..
Makasih udah mampir baca ya, mbak Susi.. 🙂
pantainya indah ya mak tapi masih sepi, selamat ya menjadi salah satu pemenang
wah..lama banget saya ga bales komennya ini..hiks..maaf ya, mak..lama ga ngeblog soalnya…
iya, mak..pantainya indaaahh..justru asik karena masih sepi, mak..ehehe..
selamat juga yaa, mak Evrinaaa.. 😉
kak aku izin copy foto nya ya. Nanti aku tetep kasih sumber nya dari blog kakak
Oke..silakan aja ya.. 🙂