[Jelajah Sumbar] Rindu Menjejak di Danau Singkarak

DSC_0358

SAYA hanya bisa memendam keinginan ketika orang-orang menyebut Danau Singkarak dan Danau Kembar. Kapan ya bisa ke sana? Begitu selalu tanya saya dalam hati. Keinginan yang sangat mungkin diwujudkan sebenarnya, mengingat saya dan suami cukup sering pulang ke kampung halamannya di Bukittinggi. Lanjut sedikit ke arah Solok, kami akan menemui dua danau itu. Begitu yang saya tahu dari pengalaman orang-orang yang sudah berkunjung ke sana.

Ke Bukittinggi dan Kotogadang, khususnya, memang selalu jadi sebuah kerinduan. Tapi kadangkala kaki ingin melangkah lebih jauh. Kalau perlu keliling Sumatera Barat sampai ke pulau-pulaunya yang sampai sekarang masih jadi impian. Pulau Sikuai, Pulau Pagang, Pulau Pasumpahan, dan entah pulau apa lagi yang hanya dari mendengar cerita orang-orang, sudah membersitkan selera untuk bertandang. Saya pernah melihat dalam foto, sebuah pantai yang saya pikir cuma ada di suatu tempat antah berantah, ternyata berlokasi di Sumatera Barat. Indah sekali. Tapi tampaknya memang butuh waktu khusus untuk ke sana. Tak mungkin dalam waktu dekat. Jadi biarlah itu tetap menjadi impian untuk diwujudkan kapan-kapan.

Maka, saat libur tanggal merah 1 Muharram 1436 H kemarin (tanggal merah kadangkala terasa spesial karena suami yang bekerja di RS tak mengenal kata libur kecuali waktu-waktu tertentu), saya, suami dan sejumlah kawan beserta keluarganya memutuskan untuk relaksasi sejenak dengan pergi ke Solok. Awalnya sempat ragu karena khawatir akan kecapaian. Maklum, memilih Solok sebagai destinasi berarti menambah waktu tempuh beberapa jam. Tapi karena keinginan kuat untuk menjelajahi kota-kota lain selain Bukittinggi, Padang Panjang atau Padang, kami pun berangkat di Sabtu (25/10) dini hari.

Jalan lintas Sumatera (jalinsum) yang sepi ternyata membuat jarak yang biasanya ditempuh selama 5 jam, menjadi hanya 4 jam saja. Entahlah seperti apa mengebutnya supir yang membawa kami dalam keadaan tidur itu. Haha… Subuh, kami telah sampai di Bukittinggi. Menyegarkan diri dengan salat sejenak di salah satu masjidnya, membuat kami lebih menikmati perjalanan yang katanya akan ditempuh 2 jam lagi. Memandang alam dan kehidupan di luar jendela tentu menjadi hiburan tersendiri yang membuat perjalanan jadi tak membosankan. Jalanan Sumbar yang mulus sepanjang roda berputar, membuat badan tak terasa lelahnya. Sungguh asyik memang berwisata dengan sarana infrastruktur yang memadai.

Tanpa terasa, setelah melewati beberapa kampung dan kecamatan, sampailah kami di permulaan penampakan sebuah danau. Danau yang selama ini jadi makin terkenal karena event Tour de Singkarak-nya. Apa lagi kalau bukan Danau Singkarak.

11012_908991325796470_1152352595723702006_n

“Kalo aku sih udah bosan lewat sini dari kecil. Singkaraak aja yang dilihat sepanjang jalan ini,” celetuk seorang kawan, yang rumah orangtuanya jadi tujuan kami setiba di Solok nanti. Haha…berarti sama seperti saya dan suami yang setiap jalan bolak-balik Panyabungan-Medan selalu melewati Danau Toba, meski lebih sering tak terlihat karena malam hari. Walau celetukannya benar-benar terdengar bosan -tapi dengan nada bercanda- ia dengan senang hati memotret beberapa view yang menurut saya bagus. Kebetulan ia duduk di sisi yang lebih dekat ke danau, jadi luas pandang memotretnya bisa lebih bagus.

Sementara dalam hati, saya begitu senangnya. Akhirnya, bisa melihat langsung Danau Singkarak, meski tak sempat bermain-main di airnya yang tampak bersih dan jernih. Beberapa titik terlihat begitu menggiurkan untuk jadi objek foto, tapi waktu tak memungkinkan untuk sekadar berhenti dan menceburkan kaki sambil memotret sekelilingnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 dan kami belum sarapan. Kalau saya memaksakan diri, bisa-bisa kawan serombongan telat sarapan sampai di Solok. 😀

Danau yang membentang di dua kabupaten; kabupaten Tanah Datar dan kabupaten Solok ini menemani hampir di sepanjang jalan mendekati kota Solok. Betul kata kawan tadi. Danau ini begitu jauhnya dikelilingi sampai-sampai saya menduga, siapa saja yang bolak-balik melewatinya akan merasa bosan. Ah, kalau saya mana bosan. Namanya juga baru pertama kali. 😀

Tak lama lepas dari “perangkap” Danau Singkarak, kami pun melalui jalan lurus dan mulus, yang di kanan-kirinya areal persawahan luas membentang sejauh mata memandang. Ah, inilah tipikal bumi Sumatera Barat yang tersohor rapi dan indah itu, sehingga acap kali dijadikan inspirasi lukisan dan setting kisah-kisah dalam roman klasik. Rumah bagonjong nun jauh di sana, yang tampak menyembul di antara hijaunya padi menciptakan ciri khas alam tersendiri. Pemandangan yang hampir selalu ada di setiap areal persawahan yang saya temui.

Lalu sampailah kami di kota Solok. Kota yang sudah lama dirindu untuk dikunjungi. Bagaimana rupa kotanya? Nanti sajalah saya sambung ya… 🙂

DSC_0359

***

Share

14 thoughts on “[Jelajah Sumbar] Rindu Menjejak di Danau Singkarak

    1. Wah..maaf, baru tau ada komen mbak Hastira ini..
      Iyaa..alam Sumbar emang indah bgt ya, mbak..ga pernah bosen rasanya kalo jalan ke sana..kapan2 ke Danau Singkarak-nya ya, mbak..

      Makasih mbak udah mampir.. 🙂

  1. Memang kalau berkunjung ke tempat yg sudah menjadi keinginan kita itu, rasanya waktu seperti berjalan sangat cepat. Saya yakin sih kita semua pernah meraskan. Btw.. danaunya luas banget ya… 🙂 jadi pengen ke sana.
    Salam kenal.. semoga uni sehat selalu.. 🙂

    1. Iya, mbak Riski..rasanya di sana pengen lama2 tapi waktu ga mengizinkan..hayuk, kapan2 ke sana, mbak.. 🙂

      Salam kenal juga ya, mbak..maaf..komennya baru dibalas karna saya baru tau..makasih udah mampir ya.. 🙂

Leave a Reply to Riski Fitriasari Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: