SEBENARNYA lucu juga. Seumur-umur, baru sekarang saya main ke tempat ini, setelah beberapa tahun belakangan sering bolak-balik cuma sekadar lewat. Kalau dari tempat saya di Panyabungan sih ga jauh. Cuma berjarak tempuh hampir satu jam. Lokasinya pertengahan antara Panyabungan dengan Padang Sidempuan. Jadi kalo saya mau main ke Pasid city (bahasa keren ala anak gaul Padang Sidempuan untuk nyebutin kotanya.. 😀 ) atau mau jalan rutin ke Gunung Tua, tempat kerja kedua suami, atau mau ngunjungin keluarga di Medan -yang biasanya sebulan sekali- maka wajib ngelewatin tempat wisata yang kesohor ini. Iya, kesohor di kalangan warga sini dan sekitarnyalah. Hehehe…
Nah, herannya, saya baru Kamis (23/10) kemarin ke sana. Iya, baru kemarin itu. Itu juga karena rencana dadakan suami dan teman-teman kerjanya di RS. Gitu tuh asiknya kerja di daerah. Selesai kerja, bisa jalan-jalan ala wisata alam sorenya. Soalnya deket inii.. 😀 Kalo saya sih, paling sukaaa.. Maka reaksi saya ga diragukan lagi. Antusias. Apalagi itu tempat yang dari dulu pengen dikunjungin tapi entah kenapa selalu terkendala karena ngeliat ramenya pengunjung atau kondisi cuaca yang ga memungkinkan untuk main di sana.
Ehem. Dari tadi sebenarnya saya belum jelas ngobrolin tempat apa ya..haha.. Baiklaahh.. Saya tarik nafas dulu yaa…hmmffh… *bengek*
Aek Sijorni namanya. Dalam bahasa Mandailing, Aek berarti air, sungai, sementara Sijorni berarti jernih. Jadilah, air yang jernih. Letaknya di desa Aek Libung, kecamatan Sayur Matinggi, kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Wuiihh..komplit! Iyalah…siapa tau ada yang beneran pengen ke sini kan. Biar ga nyasar gitu. Hehehe…
Asiknya, tempat wisata ini dapat dijangkau ketika melintas di jalan lintas sumatera (jalinsum). Tapi jangan dikira sungai berair coklat yang mengalir di tepi jalan itu adalah Aek Sijorni-nya ya. Hehe… Memang buat orang-orang yang belum pernah ke sana, pasti udah heran duluan ngeliat penampakan sungai itu. Kok Aek Sijorni-nya ga jernih? Makanya liat dulu dong. Hehe.. Di atas sungai itu ada tiga jembatan gantung yang masing-masing berjarak sekian puluh meter. Tiap-tiap jembatan gantung itu menuju arah air terjun yang mengalir deras di balik semak belukar sana. Kami memilih jembatan gantung kedua (kalau ga salah). Sebelumnya bayar biaya retribusinya dulu yaa. Iya, retribusi atau apalah itu namanya. Soalnya ga pake loket, ga pake karcis. Hehehe… Ga mahaall. Cuma tiga ribu perak per orang.
Selesai urusan bayar membayar, selanjutnya siapkan nyali untuk menyeberang jembatan gantung. Haha… Menuju Aek Sijorni ini memang butuh uji nyali dulu. Yang udah pernah ngelewatin jembatan gantung pasti udah tau ya gimana rasanya. 😀 Kalo naiknya rame-rame, itu jembatan bakal terasa goyang dangdut dikit. Sementara air sungai berair keruh mengalir tenang tapi menghanyutkan di bawahnya. Mana bawa bawaan lagi ya. Siplah. Tapi syukurlah, setelah kira-kira 100 meter (ini cuma kira-kira aja ya. Bisa lebih atau kurang.. 😀 ) sampailah kita di ujungnya. Dan perjalanan ala si Bolang pun dimulai.
Kita bakal melewati jalan setapak yang menaik, dikelilingi semak-semak. Kadangkala menyeberangi sungai kecil yang cuma ditopang sebatang kayu. Ha! Bener-bener ngebolang kan? 😀 Akan ada satu spot ketika kita menengok ke sebelah kanan, kelihatan warga situ yang lagi mandi, nyuci, bahkan…uugghh…buang air. Hahaha.. Tapi tenang, kita jalan terus kok. Hihi…Ga lama, mulai muncul pemandangan kolam dan pondok-pondok kecil. Lalu ada air terjun nan cantik yang menyelerakan di sebelah kanan. Lalu ada satu air terjun lagi di sebelah kiri. Lalu masih ada lagi air terjun di atasnya, yang kelihatan dari jauh. Iya, air terjunnya banyak! Bercabang tepatnya. Huwaahh..ngeliat pemandangan di sana itu pengen segera nyebuurr! Segeerrr! Aiihh..ternyata asik juga Aek Sijorni ini ya. Ke mana aku selama ini?? 😛
Sampe di sana, langit memang agak mendung. Saya dan rombongan menyewa dua pondokan yang cukup besar. Apalagi kalo ga buat makan siang. Hehe…Iya, karena makan siangnya menjelang sore, jadilah, bekal yang kami bawa segera dihidang dan dinikmati dengan lahap. Tak terkecuali mie goreng dan bakwan udang ala saya. Hmmm…wenaaakk… *malah promosi 😛
Habis makan, langit tiba-tiba gerimis dan tak lama turun hujan deras. Sempat duduk diem dulu nunggu hujan agak reda. Tapi ga lama. Ya justru di situ asiknyaa. Mandi di air terjun sambil diguyur hujan! Kapan lagi mandi hujan? Perasaan terakhir kali waktu kecil. Hehehe…
Air terjunnya sejuukk dan ga berubah keruh meski hujan deras. Asik sekali duduk di bawah guyurannya. Serasa dipijat. Hehe…Pokoknya ini pengalaman baru setelah sekian lama ga main di air terjun. Kalau biasanya air terjun itu langsung meluncur dari atas ketinggian, air terjunnya ini bertingkat dan terlihat landai tapi tak mengurangi deras airnya. Mungkin karena derasnya, bebatuan yang berada tepat di bawah guyurannya tak berlumut sehingga tak licin. Jadi kita bisa duduk atau tiduran sambil pose di situ. Eeaaa… 😀
Di sana juga ada kolam renangnya loh. Ada beberapa kolam renang malah. Tapi nampaknya sepi, entah karena ga lagi musim liburan atau karena kolamnya berlumut jadi licin. Airnya juga dari air terjun itu. Kalo gitu sih, mending main di air terjunnya langsung ya.. 😀 Memang, kalo lagi liburan, tempat ini ga pernah sepi. Semua spot air terjun bakal rame dengan pengunjung. Kami beruntung datang di sore kemarin saat hari kerja dan sudah menjelang sore. Air terjunnya jadi lumayan sepi.
Karena sudah semakin sore, kami cuma seru-seruan satu jam saja. Momen mengganti pakaian basah ke pakaian kering jadi ke-ngenes-an tersendiri. Haha..apa sebab? Kamar mandinya tak beratap sementara hujan masih turun, meski tak lagi deras. Jadi? Yaa jadi judulnya mengganti pakaian basah dengan pakaian semi basah. Hahaha… haduuhh..bisa-bisanya sih kamar mandinya ga beratap? Hiks.. kalo ga lagi hujan sih ga masalah. Lha kalo kayak gini?
Tapi ya gitu. Namanya juga tempat wisata di kampung, yang lebih banyak dikelola masyarakat sekitar. Belum lagi sampah-sampah yang masih suka dibuang sembarangan sehingga menumpuk di beberapa titik. Sayang seribu sayang. Lagi-lagi alam Indonesia raya yang indah dan menakjubkan ini tak diimbangi dengan kesadaran pemerintah dan masyarakatnya untuk menjaga dan mengelolanya menjadi objek wisata yang bisa dinikmati keindahannya sampai ke anak cucu kelak. Semoga saja Aek Sijorni tetap mengalir deras, bahkan semakin indah suatu saat kelak. Meski begitu, kapan-kapan saya pengen main di sana lagi. Satu jam tentu terasa kurang. Apalagi belum semua lahan luasnya terjelajahi. Maunya datang ke sana lagi pas langit lagi cerah dan saat pengunjung tak terlalu ramai. Waahh..asiknya!
***